too sad to feel confused (again)

Mamah mendidikku menjadi seseorang yang kuat, mamah juga mendidikku dengan penuh tekanan. Katanya, hidup itu nggak bisa dilembek-lembekin. Kalau kitanya yang lemah, kita yang akan kalah. Mamah juga selalu mendidikku untuk menjadi pemimpi yang hebat, agar tidak mudah disepelekan sama lelaki. Kalau kita nggak bisa apa-apa, kita bisa diremehin dan nggak punya apa-apa kalau tiba-tiba ditinggal. Berharap apa sama laki-laki? pun, sebaik apapun, ia bisa saja pergi tiba-tiba.

Mamah juga selalu mengajariku tentang agama. Banyak hal, tak bisa kusebutkan satu persatu, namun nasihat-nasihat itu benar-benar menjagaku hingga saat ini. Bukan berarti aku sudah baik, tetapi nasihat itu membuatku memiliki batasan-batasan atau prinsip hidup. 

Namun, mamah belum pernah mengajariku untuk mengatasi perasaan-perasaan yang kualami. Aku tidak tahu kapan waktunya untuk melawan perasaanku ataupun mengikuti perasaanku. Aku tidak tahu harus marah atau menangis, harus tegas atau menghindar, harus pergi atau memperbaiki, harus menyayangi atau menjustifikasi, dan lainnya. Aku hanya seorang diri, yang sedang berusaha memahami perasaan-perasaan tersebut. Aku hampa, untuk kesekian kalinya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kalau ada waktu,